Sabtu, 27 Februari 2016

LUASNYA SURGA



“Berlomba-lombalah kamu sekalian untuk mendapatkan ampunan Tuhanmu dan syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepadam Allah dan rasulNya” (QS. Al-Hadiid : 21)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu, dan kepada Syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran: 133)

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, bahwa rusulullah SAW bersabda : “Surga itu mempunyai 100 derajat, jarak diantara setiap dua derajat sebagaimana jarak atau jauhnya antara langit dan bumi”

Abi Said meriwayatkan, Rosulullah SAW bersabda : “Surga itu mempunyai 100 derajat, jikalau seluruh alam berkumpul menjadi satu, surga itu muat karena sangat luasnya”

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, Rosulullah SAW. bersabda : “Surga itu memiliki 100 derajat (tingkatan), jarak, diantara setiap derajat (jauhnya) dalam perjalanan 500 tahun”.

Rosulullah SAW bersabda : “Dalam surga itu ada100 derajat, jarak antara setiap dua derajat sebagaimana (jauhnya) jarak antara langit dan bumi. Surga Firdaus itu gerada di atasnya satu tingkat. Dari surga ini mengalirlah empat sungai, dan di atasnya ada Arasy. Ketika kalian memohon pada Allah, maka memohonlah (untuk bisa masuk) surga Firdaus”.

Rosulullah SAW. bersabda : Sesungguhnya surga itu memiliki 100 derajat yang berjihat di jalan Allah. Jarak antara kedua derajat itu seperti jarak antara langit dan bumi. Ketika kalian memohon kepadaAllah, maka Allah akan memberi surga Firdaus, sesungguhnya surga Firdaus terletak di tengah-tengah surga, juga lebih tinggi-tingginya surga”. Abu Hurairah r.a. melihat Nabi Muhammad SAW juga bersabda : “Di surga Firdaus terdapat Arasy Dzat Yang Maha Penyayang. Dari surga Firdaus itu mengalirlah beberapa sungai surga”.

Wahab berkata : Allah menciptakan surga luasnya seperti luas langit dan bumi, panjang surga itu tak seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah.

Ketika terjadi hari kiamat, lamgit tujuh dan bumi tujuh lenyap, luaskeduanya jika dihamparkan seperti luasnya surga. Surga itu bertambah luas sampai pada batas yang memuat penghuninya.

Seluruh surga memiliki 100 derajat. Jarak antara setiap dua derajat kira-kira jauhnya sama dengan perjalanan 500 tahun. Sungai-sungainya mengalir, buah-buahannya bergantungan. Di dalam surga terdapat segala sesuatu yang menurut keinginan hati, mata juga bisa merasakan kenikmatannya.

Meskipun banyak hadits shahih maupun ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai luasnya surga, tetapi masih banyak orang yang tidak mempercayainya, ketidak percayaan mereka ini karena didasari dengan pula pemikirannya yang cekak, yang hanya mengandalkan rasio semata, dan tidak mengetahui ke Maha Kuasaan dan Keagungan allah SWT.

Sekedar sebagai ilustrasi matematis, mari kita bayangkan berapa luasnya jagad raya langit pertama itu. Garis tengah untuk langit pertama atau jagad raya ini diperkirakan sebesar 30 milyar tahun cahaya. Berarti garis tengah jagad raya kita ini sepanjang : 30.000.000.000 X 360 X 24 X 60 X 60
X 300.000 km = 279.936.000.000.000.000.000.000 km. Ini bukan luasnya langit, tetapi baru garis tengahnya saja.

Yang sedang kita hitung inipun masih luas langit terdekat saja. Belum lagi langit lapis ke dua, ke tiga, ke empat, ke lima, ke enam, dan yang ke tujuh. Yang kesemuanya itu jauh lebih besar dibanding langit pertama. Lalu bisakah kita membayangkan luas surga? Bagaimana dengan keindahannya? Subhaanallah.
Logika ilmu pengetahuan mungkin bakal terhenti, tinggal logika iman yang bisa mengukurnya.

Rasulullah pernah bersabda bahwa di surga sebuah pohon akan bisa kita lalui dari ujung ranting timur ke ujung ranting barat sejauh 100 tahun perjalanan. Satu lagi, bahwa menurut ilmu pengetahuan, ternyata jagad raya ini tidak tetap, tetapi terus mengembang bertambah lama bertambah besar dan tentu juga bertambah luas. Menurut penelitian Stephen Hawking setiap satu milyar tahun jagad raya mengembang sekitar sepuluh sampai dengan lima belas persen.

Jumat, 26 Februari 2016

Tafakur Tadabur dan Muhasabah

Hidup ini diliputi oleh masa, di belakang adalah masa-masa yang telah berlalu di tengah adalah masa yang sedang berlangsung di depan adalah masa yang akan datang. Apa kewajiban seorang muslim terhadap masa-masa itu ? kewajibannya adalah menjadikan masa-masa itu diisi dengan amal-amal saleh. (1). demi masa. (2). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (3). kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.

  Beramal saleh adalah jihadul akbar, musuhnya yaitu hawa nafsu. Beramal saleh merupakan perjuangan panjang yaitu seumur hidupnya setiap muslim. Dalam masa-masa perjuangan itu tidaklah selalu mulus, kebaikan tidak selalu menag begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu alat ukur atau sebagai barometer  yang digunakan untuk mengevaluasi semua masa-masa kita islam telah menyiapkannya yaitu dengan Tafakur, Tadabur Dan Muhasabah.

 Pertama : Tafakur berarti berpikir, ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.  Disebutkan di dalam hadits, bahwa tafakur sesaat adalah lebih baik daripada ibadah satu tahun.

Kedua : Tadabur secara bahasa berarti mengurus dan merenungkan kesudahan urusan itu. Secara Istilah berarti : Berpikir dengan menggunakan seluruh kemampuan akal dan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang logis untuk mencapai pengertian yang baru. Kata tdabbaru dalam Al-Qur’an lebih mengarah pada mengangan-angan makna Al-Qur’an.

Ketiga : Muhasabah berasal dari akar kata hasiba yahsabu hisab, artinya secara bahasa melakukan perhitungan. Secara istilah muhasabah adalah sebuah upaya evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan dalam semua aspeknya.

Kalau kita jajar arti dari ketiga-tiganya adalah pertama tafakur itu berpikir, tadabur itu merenungkan, muhasabah itu memperhitungkan. Jika kita mengamati secara jeli ketiga-tiganya mengandung muatan masa, berpikir bisa saja yang dipikirkan tentang masa lalu sekarang atau yang akan datang, merenungkan, dan memperhitungkan  adalah terhadap hal-hal yang telah berlalu.

Ketiga-tiganya mengandung maksud untuk menciptakan pemahaman-pemahaman yang benar yang akan melahirkan amal-amal saleh dan meninggalkan sejauh mungkin kebatilan. Jika ketiga-tiganya itu disinggung dalam Al-Qur’an maka bagi kita umat islam sudah seharusnya untuk menggunakan ketiga prinsip itu, yaitu tafakur, tadabur dan muhasabah secara berkesinambungan dan terus menerus (istiqomah).

Ketiga hal ini adalah penangkal kelalaian yang kadang muncul pada diri manusia, ketiga hal ini adalah sebagai kontrol amal keseharian kita, apakah itu sudah sesuai dengan maksud Islam yang sebenarnya atau belum, baik atau buruk, meningkat, tidak berubah atau menurun.

Berjalannya ketiga hal ini mesti disertai dan diiringi dengan ilmu, karena ilmu adalah cahaya. Kita berusaha bertafakur, bertadabur dan bermuhasabah tetapi di situ tidak ada cahaya maka ketiga usaha kita tidak akan membuahkan hasil secara baik. Ketiga hal ini dilakukan supaya seorang hamba itu tidak pernah akan merugi untuk selamanya atau tidak akan terjatuh dalam kesesatan yang terus menerus.

Maka setelah dipahami oleh seseorang terkait tentang tiga hal tersebut diatas maka akan dikatakan “beruntunglah orang yang hari ini baik dari hari yang kemarin, terperdayalah orang yang hari ini sama dengan yang kemarin, dan celakalah orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin.”


Wahai saudara seiman yang paling jauh adalah bukanlah bintang, matahari ataupun rembulan, tetapi yang jauh adalah masa yang telah berlalu dan tak akan kembali lagi. Kemarin yang telah luput dari kita akan menjadi secuil kenangan, dan juga menjadi penyesalan, yang ada adalah hari ini dan akan datang, gunakan hari ini sebaik-baik mungkin karena esok belum tentu menjadi milik kita, sedangkan yang kemarin telah pergi untuk selamanya, berfikirlah angan-angankanlah dan berintrospeksilah pada hari-harimu, kita semua.